Kamis, 17 Juni 2010

Ikhwan.. Oh.. Ikhwan


Oh.. Ikhwan
Apa bedanya dengan Si Marwan
Si Ali, Paijo atau Si Iwan...
Oh ternyata Cuma beda sebutan

Oh.. Ikhwan
Walaupun tidak terlalu rupawan
Alias modal tampang pas-pasan
Tetep aja tebar senyuman

Oh.. Ikhwan
Gayanya sih bisa ketebak dan ketahuan
Jenggot melambai, baju koko & mata kaki keliatan
Kalo ngomong pake ane, antum, afwan-afwan

Oh.. Ikhwan
Sudah banyak yang bertebaran
Ada di masjid, kampus bahkan perkantoran
Sering kali ada yang getol nyari penghasilan
Ngga taunya nyari modal buat walimahan

Oh.. Ikhwan
Kalo lagi aksi, semangatnya nggak diragukan
Pekikan takbir selalu di kumandangkan
Ngomong2… kamar dikosan kok berantakan?
(Aduh.. pulang jangan lupa diberesin Wan!)

Oh.. Ikhwan
Sepekan sekali ikut kajian
Hujan dan badai nggak jadi halangan
Juga ngga ketinggalan tiap acara kepartaian
(Tapi.. cuci dulu tuh baju rendeman..!)

Oh.. Ikhwan
Pagi-pagi jarang sarapan
Alesannya males masak atau belum dapet kiriman
Akhirnya kena sakit magh sama panuan
( Kok yang terakhir nggak nyambung Wan!)

Oh.. Ikhwan
Jarang banget yang mata duitan
Demi dakwah, hati ikhlas tanpa harap imbalan
Walau kerasa, nih perut keroncongan
( Laporan aja Wan! Sama anggota dewan)

Oh.. Ikhwan
Anehnya kalau lagi jalan
Ngukurin tanah ape nyari duit jatoh sih wan?
Ooohh.. ternyata dia lagi jaga pandangan!!
Hati-hati Wan, awas nginjek gituan!!

Ikhwan… ikhwan….
Lucunya kalo ada akhwat berpapasan
Langsung minggir! Nunduk, acuh tak acuh kaya musuhan
( Gubrak..!! Suara apaan tuh Wan? )
Eh.. si ukhti jatuh, kagak ngeliat ada selokan

Ikhwan… ikhwan…
Uniknya kalo lagi rapat gabungan
Pake pembatas alias hijab biar nggak bisa lirik-lirikan
Sering juga rapatnya peke SMSan
Kadang SMSnya malem2 sambil bangunin tahajudan
Upppss.. Yang ini cuma sesama ikhwan kan..??

Oh.. Ikhwan
Badannya ade yang keker mirip binaragawan
Oh ternyata dia instruktur kepanduan
Biar di keroyok sama pereman
Kagak bakal panggil bantuan
( Abis.. udah ga bisa lari sih Wan! )

Oh.. Ikhwan
Jarang juga yang suka jajan
Mendingan nabung buat masa depan
Sekarang duitnya sudah banyak dalam celengan
(Eh, itu utang dibayar dulu Wan!)

Oh.. Ikhwan
Merasa sepi di tengah keramaian
Merindukan hadirnya bidadari penyemangat iman
Temen sekosan terasa sudah membosankan
Ditambah bisikan-bisikan setan yang kedengeran
Hemmm.. Istigfar Wan!

Oh.. Ikhwan
Pengen dapet istri yang wajahnya mirip artis di iklan
Yang nggak malu-maluin kalo diajak kondangan
Terus mulutnya yang nggak rame kaya petasan
Tiap 3 hari khatam Al Quran
Kelompok yang dibina udah lebih dar 20an
Setia sampe mati dan nggak mata duitan
Dan… setuju aja kalau suami mau cari istri tambahan

Oh.. Ikhwan
Tapi, seringnya harapan tidak sesuai kenyataan
Abis, nyari istri yang sempurna gitu kan kagak gampangan!
Apalagi kalo modalnya serba pas-pasan
Ya.. Murobbi juga nyariinnya bakal itung-itungan
Sabar deh Wan! Percaya aja sama yang Maha Rahman!

Oh.. Ikhwan
Nggak sengaja, liat ukhti minta bantuan
Jatoh dari motor masuk paretan
Hati berdebar mungkin ada harapan
Eeehh… taunya si Ukhti istrinya temen satu Liqo’an
(Gubrak..!! sungguh kasihan )

Huuhh… Dasar Ikhwan!!
Afwan ya Wan! Cuma mainan
yang nulis juga ikhwan…^^

Sumber: Catatan Pukis Senja (Dikutip Dari: Ust. Fathur Rahman)

Rabu, 16 Juni 2010

7 Hari Yang Telah Lalu,, Akankah Bisa Kembali Lagi,,


Hari per-1, tahajudku tertinggal, dan aku begitu sibuk akan duniaku hingga dzuhurku aku selesaikan saat ashar mulai memanggil. Dan sorenya kulewati saja masjid yang mengumandangkan adzan maghrib, dengan niat kulakukan bersama isya' , itupun terlaksana setelah acara tv selesai .

Hari ke-2, tahajudku tertinggal lagi, dan hal yang sama aku lakukan sebagaimana hari pertama .

Hari ke-3, aku lalai lagi akan tahajudku, temanku memberi hadiah novel best seller yang tebalnya lebih dari 200 halaman, namun dalam waktu tidak lebih dari 1 hari aku telah selesai membacanya . Tapi... enggan sekali aku membaca Al-qur'an walau cuma 1 juz. Al-qur'an yang 114 surat, hanya 1-2 surat yang kuhapal itupun dengan terbata-bata . Tapi... ketika temanku bertanya tentang novel tadi betapa mudah dan lancarnya aku menceritakannya .

Hari ke-4, kembali aku lalai lagi akan tahajudku. Sorenya aku datang ke selatan Jakarta dengan niat mengaji, tapi kubiarkan ustadzdku yang sedang mengajarkan kebaikan, kubiarkan ustadzku yang sedang mengajarkan panjang lebar tentang agamaku, aku lebih suka mencari bahan obrolan dengan teman yang ada disamping kiri & kananku, padahal ba'da maghrib tadi betapa sulitnya aku merangkai kata- kata untuk kupanjatkan saat berdoa.

Hari ke-5, kembali aku lupa akan tahajudku. Kupilih shaf paling belakang dan aku mengeluh saat imam sholat jum'at kelamaan bacaannya, padahal betapa dekat jaraknya aku dengan televisi dan betapa nikmat, serunya saat perpanjangan waktu sepak bola favoritku tadi malam .

Hari ke-6, aku semakin lupa akan tahajudku. Kuhabiskan waktu di mall & bioskop bersama teman-temanku, demi memuaskan nafsu mata & perutku sampai puluhan ribu tak terasa keluar . Aku lupa.. waktu di perempatan lampu merah tadi saat wanita tua mengetuk kaca mobilku, hanya uang dua ratus rupiah yang aku berikan itupun tanpa menoleh .

Hari ke-7, bukan hanya tahajudku tapi shubuhku pun tertinggal. Aku bermalas-malasan di tempat tidurku menghabiskan waktu. Selang beberapa saat dihari ke-7 itu juga aku tersentak kaget mendengar khabar, bahwa temanku kini telah terbungkus kain kafan padahal baru tadi malam aku bersamanya & sepertiga malam tadi dia dengan misscall-nya mengingatkan aku tentang tahajud.

Kematian.... kenapa aku baru gemetar mendengarnya? Padahal dari dulu sayap-sayapnya selalu mengelilingiku dan dia bisa hinggap kapanpun dia mau.

Seperempat abad lebih aku lalai.... dari hari ke hari, bulan dan tahun
Yang wajib jarang aku lakukan apalagi yang sunnah
Kurang mensyukuri walaupun KAU tak pernah meminta

Berkata kuno akan nasehat kedua orang tua
Padahal keringat & airmatanya telah terlanjur menetes demi aku

Duhai Allah, andai ini merupakan satu titik hidayah.....walaupun imanku belum seujung kuku .... aku hanya ingin detik ini hingga nafasku saat nanti tersisa, tahajud dan sholatku meninggalkan bekas saat aku melipat sajadahku.....

( Sumber: Catatan Topan Handrian )

Kisah Aku dan Keong


Hari ini aku diberi tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan. Aku tak dapat jalan terlalu cepat, Keong sudah berusaha keras merangkak, setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit.

Aku mendesak, menghardik, memarahinya, Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf, serasa berkata : "aku sudah berusaha dengan segenap tenaga..."
Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya, Keong terluka. Ia mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, merangkak ke depan.

Sungguh aneh, mengapa Tuhan Menghendaki ku mengajak seekor keong berjalan-jalan?
Ya Tuhan! Mengapa? Langit sunyi-senyap...

Biarkan saja keong merangkak di depan, aku kesal di belakang. Pelankan langkah, tenangkan hati...

Ohh? Tiba-tiba tercium aroma bunga, ternyata ini adalah sebuah taman bunga. Aku rasakan hembusan sepoi angin, ternyata angin malam demikian lembut. Ada lagi! Aku dengar suara kicau burung. Aku lihat langit penuh bintang cemerlang. Oh? Mengapa dulu tidak rasakan semua ini? Barulah aku teringat, mungkin aku telah salah menduga!

Ternyata Tuhan meminta Keong menuntunku jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalau aku berjalan sendiri dengan cepatnya.

"He's here and with me for a reason"

Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi, haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu. Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.

Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya.Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan. Saat bertemu penolongmu, ingat untuk bersyukur padanya. Karena ia lah yang mengubah hidupmu.

Saat bertemu orang yang pernah kau cintai, ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih. Karena ia lah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.
Saat bertemu orang yang pernah kau benci, sapalah dengan tersenyum.

Karena ia membuatmu semakin teguh.
Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu, baik-baiklah berbincanglah dengannya. Karena jika bukan karena dia, hari ini engkau tak memahami dunia ini.
Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai, berkatilah dia.

Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap ia bahagia?
Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu, berterima-kasihlah bahwa ia pernah ada dalam hidupmu. Karena ia adalah bagian dari nostalgiamu.

Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.

Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup, berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa ia mencintaimu. Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati.

Sumber: Catatan Pukis Senja (Buku 18 Wisdom & Success - ANDRIE WONGSO)

Senin, 14 Juni 2010

Kata-Kata Bijak Tentang "Cinta"


Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.~ Mahatma Ghandi

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.

(Kutipan dari: Catatan Nastassja Ferdianty)

Sabtu, 12 Juni 2010

Cerpen Islami: " Sandal Jepit Isteriku " ^_^v


Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.

"Ummi... Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!" Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

"Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? Ucap isteriku kalem.

"Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!" Jawabku masih dengan nada tinggi.

Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.

*******

Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada.

"Ummi... Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?" ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ummi... isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?"

Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. "Ah...wanita gampang sekali untuk menangis," batinku. "Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng," bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.

"Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali," ucap isteriku diselingi isak tangis. "Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda..." Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.

Hamil muda?!?! Subhanallah … Alhamdulillah…

********

Bi..., siang nanti antar Ummi ngaji ya...?" pinta isteriku. "Aduh, Mi... Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?" ucapku.
"Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab isteriku.
"Lho, kok bilang gitu...?" selaku.
"Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa," ucap isteriku lagi.

"Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja," jawabku ringan.

*******

Pertemuan dengan mitra usahaku hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. "Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu," aku membathin.

Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Kuperhatikan ada inisial huruf M tertulis di sandal jepit itu. Dug! Hati ini menjadi luruh. "Oh....bukankah ini sandal jepit isteriku?" tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus.

"Maafkan aku Maryam," pinta hatiku.

"Krek...," suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. "Ini dia mujahidah (*) ku!" pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.

Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: "Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya."

Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!

"Maryam...!" panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.

"Abi...!" bisiknya pelan dan girang. Sungguh, baru kali ini aku melihat isteriku segirang ini.
"Ah, betapa manisnya wajah istriku ketika sedang kegirangan… kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?" sesal hatiku.

******

Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. "Alhamdulillah, jazakallahu...," ucapnya dengan suara mendalam dan penuh ketulusan.

Ah, Maryamku, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud (**) dan 'iffah (***) sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

(Oleh : Yulia Abdullah)

Kisah Seorang Pendoa


Ketika kumohon kepada Allah kekuatan

Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat


Ketika kumohon kepada Allah kebijakan

Allah memberiku masalah untuk kupecahkan


Ketika kumohon kepada Allah kesejahteraan

Allah memberiku akal untuk berfikir


Ketika kumohon kepada Allah ketentraman

Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi


Ketika kumohon kepada Allah sebuah cinta

Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong


Ketika kumohon kepada Allah bantuan

Allah memberiku kesempatan


Aku tidak pernah menerima apa yang kupinta

Tapi aku menerima segala apa yang kubutuhkan

Doaku terjawab sudah.....


(Dari Pak Fauzi,, Saat Kuliah)

Tekad Seorang Muslim



Aku adalah seorang muslim yang merupakan bagian dari umat terbaik, dengan demikian aku telah ditakdirkan Allah menjadi yang terbaik


Aku akan berusaha mewujudkan hal itu dengan mempergunakan waktu sebaik mungkin dan mengisinya dengan hal yang bermanfaat


Aku akan terus berusaha meningkatkan kemampuanku agar diriku bisa mandiri dan berguna bagi orang lain.


Aku akan mengisi hidupku dengan penuh makna


Aku tidak ingin hidupku biasa – biasa saja.


Aku sanggup lebih dari itu, “Karena Aku Seorang Muslim”

Kisah Anak Kerang (Dari Biasa Menjadi Luar Biasa)

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tanganpun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, Ibu tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam."

"Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerangpun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang ditengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya.

Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya setelah sekian tahun lamanya, sebutir mutiara besar, indah, utuh mengkilap, dan berharga mahal-pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita diatas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "Kerang Biasa" menjadi "Kerang yang Luar Biasa." Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "Orang Biasa" menjadi "Orang Luar Biasa!!"

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa' yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.

So...Sahabat Muda, mungkin saat ini kamu sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang disekitar kamu. Cobalah untuk tetap tersenyum dan katakan dalam hatimu, "Aku tak ingin hidupku biasa – biasa saja, Aku sanggup lebih dari itu, karena Aku Seorang Muslim.”

(Kiriman dari seorang sahabat)

Jumat, 11 Juni 2010

Kisah Dua Tukang Sol


Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.

“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.

“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”

“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.

“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,

“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”

“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.

“Abang yakin?”

“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.

“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

“Apa kabar mang Udin?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,

“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”

“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.

“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.

“Bagaimana supaya yakin Bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.

“Tidak.”

“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimis bahwa hidup akan lebih baik.

(Sumber : www.motivasi-islami.com )

Tobat Sekarang atau Malu Kemudian !!


Semalam seorang sahabat saya mampir ke rumah. Setelah hampir setengah jam berbincang, tiba-tiba ia menangis. Beberapa bulir air matanya tak sanggup lagi ia tahan, sementara selaut tangis-nya siap tumpah dari kubang matanya yang sudah banjir. Hanya satu yang membuat ia menangis, bahwa ia menyesal pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan kini ia merasa takut aib dan keburukan masa lalunya itu kelak akan diketahui orang lain, termasuk calon istrinya kelak.

Saya mencoba tersenyum menanggapi tangisnya, dan tentu saja saya tak perlu ikut-ikutan menangis. Sahabat saya itu tak pernah tahu, dan semoga takkan pernah tahu bahwa orang yang dihadapannya, yang menjadi tempatnya bertanya, yang selalu siap menampung keluh kesah sahabatnya ini, dahulu juga pernah menangis. Dengan air mata yang sama, dengan rasa bersalah yang sama, dan penyesalan yang sama dalamnya.

Duhh, sungguh saya ingin juga menangis jika mengingat masa lalu. Dan kalau mau jujur, mungkin semua manusia di muka bumi ini juga akan menangisi dosanya yang masih berlangsung saat ini. Sungguh, betapa Allah masih berkenan tak menunjukan semua aib kita itu dihadapan orang lain. Mungkin, jika sahabat saya itu tahu bahwa di masa lalu saya tak lebih baik darinya, ia takkan pernah mengadukan keluhnya.

Pernahkah kita sadar betapa Allah begitu baik menutupi segala aib, keburukan, dosa, kesalahah kita di masa lalu, sehingga orang-orang yang tak semasa saat itu tak tahu dan bahkan tak perlu tahu apa yang pernah membuat kita begitu nista? Atau bahkan di saat ini, ketika teramat sering perilaku memalukan sering tersimpan rapi di balik wajah kehormatan, di balik pakaian kebaikan sehari-hari di hadapan orang lain? Begitu besarnya kebaikan Allah menyimpan semua aib kita, sehingga tak semua orang tahu sisi lain diri kita.

Sepatutnya kita bersyukur Allah tak membuka aib kita kepada para tetangga, mereka hanya tahu kita warga yang baik, rajin ke masjid, aktif di lingkungan. Mungkin tetangga tak pernah tahu sedikit banyak aib yang kita lakukan di luar sepengetahuan mereka. Allah juga berkenan tak membuka aib seorang suami di hadapan istrinya, ketika ia berada di kantor atau di luar rumah. Dia juga tak serta-merta membuka aib istri saat suami sedang di kantor. Allah yang Maha Mengetahui juga menjaga agar teman sekantor tak tahu apa yang dilakukan teman di meja sebelahnya, di balik lacinya. Dia mengunci rapat-rapat celah yang memungkinkan seorang bawahan mendengar dan tahu banyak kesalahan yang dilakukan atasannya. Dia yang tak pernah iseng membeberkan keburukan seorang guru di hadapan muridnya, menelanjangi seseorang dengan kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat di depan orang yang mengaguminya. Sungguh, Allah begitu santun menyimpan semua aib dan keburukan setiap hamba, meski Dia juga akan teramat mudah membukanya lebar-lebar.

Kepada sahabat itu, saya katakan bahwa yang paling pantas mendengar, menampung, memberi nasihat, dan mencarikan jalan keluar bagi masalahnya hanyalah Allah. Kepada Allah-lah kita harus mencurahkan segala masalah, ketakutan, kekhawatiran, dan semua beban seberat apa pun. “Kita hanya bisa bertobat dan mohon ampun, dan berharap Allah tetap menutupi aib kita di masa lalu,” satu pesan yang juga berlaku buat yang memberi pesan.

Kemudian bersamanya, saya membaca sebuah ayat yang semakin membuat hati saya menangis,,,
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai...” (QS. At-Tahrim: 8)

Sebagai manusia, mungkin kita tak pernah luput dari berbuat kesalahan, sekecil apa pun itu. Kata kunci yang selalu saya pegang, “Mohon ampun sekarang juga atau siap-siap Allah membuat saya malu di hadapan orang lain karena aib saya yang terbuka.”

Subhanallah, walhamdulillah

(Oleh: Bayu Gawtama)